Dari Kiri Asisten 2 Sekda Blora Slamet Pamudji, Wakil Bupati Blora H.Arief Rohman M.Si, Wakil |
BLORA, Permasalahan seputar hasil produksi tebu masih terus disorot
oleh Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah yang mana belum lama ini
Pemerintah Provinsi Jawa Tengah telah menerbitkan Peraturan Daerah No.5
Tahun 2016 tentang perlindungan dan pemberdayaan petani. Hal tersebut
juga sesuai himbauan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo untuk
memprioritaskan peningkatkan pemenuhan swasembada, kedaulatan dan
ketahanan pangan secara berkelanjutan.
Hal tersebut menjadi
perbincangan saat kunjungan kerja Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah di
ruang pertemuan Sekretariat Daerah Kabupaten Blora bersama Wakil Bupati
Blora H. Arief Rohman M.Si, Asisten 2 Sekda Blora Slamet Pamudji,
General Mamanjer PG. Blora PT. GMM-Bulog Bambang Subekti, Anton
perwakilan dari petani Tebu Todanan. Kamis (12/01).
Wakil Ketua
Komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah Drs. RM. Yudhi Sancoyo MM mengawali
diskusi menyampaikan kaitannya perlindungan dan perkembangan pertanian
tebu sesuai dengan amanah Gubernur Jawa Tengah dalam hal swasembada
pangan. Menurutnya, cuaca menjadi salah satu kendala besar yang dihadapi perani.
"Lalina yang panjang seperthi saat ini, menjadi salah satu faktor masalah petani tebu," jelasnya.
"Lalina yang panjang seperthi saat ini, menjadi salah satu faktor masalah petani tebu," jelasnya.
Menurut Yudhi, peningkatan produksi tebu dipengaruhi beberapa faktor
diantaranya kesejahteraan petani tebu yang berefek pada kualitas
tamanan, penyediaan lahan bagi petani tebu, perlakuan tanaman untuk
meningkatkan mutu dan peningkatan rendemen.
General Manajer PG.
Blora PT. GMM-Bulog Bambang Subekti, bahwa pengalihan kemilikan saham
oleh Bulog, yang mana prosentase Bulog memegang saham sebesar 70% dan
30% milik Swasta, perombakan manajemen diera kamajaya akan dirubah
sepenuhnya. Mengingat jumlah luasan lahan yang dimiliki PG Blora hanya
3420 Ha, sedangkan kebutuhan produksi setidaknya 4000ton sekali giling.
"Kebutuhan 4000 ton per giling sampai saat ini belum pernah mencapai angka tersebut, dan untuk tahun 2017 ini kami masih pesimis untuk bisa mencapai target tersebut," jelasnya.
"Kebutuhan 4000 ton per giling sampai saat ini belum pernah mencapai angka tersebut, dan untuk tahun 2017 ini kami masih pesimis untuk bisa mencapai target tersebut," jelasnya.
Untuk pencapaian target,
lanjut Bambang, pihaknya sangat berharap untuk pengembangan pertanian
tebu bisa dipinjamkan dari lahan perhutani, mengingat jumlah wilayah
Kabupaten Blora hampir 50% hutan.
"Mohon dari Komisi B DPRD Provinsi Jateng dan Pak Wabup bisa membantu terkait peminjaman lahan hutan untuk penanaman tebu," ungkapnya.
"Mohon dari Komisi B DPRD Provinsi Jateng dan Pak Wabup bisa membantu terkait peminjaman lahan hutan untuk penanaman tebu," ungkapnya.
Terkait rendemen, menurut Bambang,
PG Blora 2 (dua) tahun terakhir ini menempati urutan pertama se Jawa
Tengah, untuk tingkat Nasional PG Blora menempati urutan nomor 8
(delapan).
Lain hal disampaikan oleh Anton perwakilan petani tebu
wilayah Todanan menyampaikan bahwa kendala yang dialami oleh petani
sampai saat ini masih berkutat dipermaslahan modal usaha. Untuk masalah
standarisasi sesuai permintaan pabrik tak mungkin terpenuhi.
Pihaknya berharap adanya campur tangan pemerintah utamanya dalam
pemberian kucuran modal tentunya dengan bunga yang rendah, mengingat
besarnya dana yang dibutuhkan dalam pemeliharaan tanaman tebu.
"Keinginan tersebut sebenarnya sudah sejak tahun 2007-2010 lalu, namun sampai saat ini belum pernah ada peran serta dari pemerintah pada petani tebu," ujarnya.
"Keinginan tersebut sebenarnya sudah sejak tahun 2007-2010 lalu, namun sampai saat ini belum pernah ada peran serta dari pemerintah pada petani tebu," ujarnya.
Dikesempatan yang sama Wakil Bupati Blora H.
Arief Rohman M.Si berharap pengalihan PG Blora ke Bulog bisa berimbas
pada kesejahteraan masyarakat Blora khususnya masyarakat Todanan. Untuk
itu perlu adanya campur tangan berbagai pihak.
(Tim Berita Humas Protokol Setda Blora)
Tidak ada komentar:
Write komentar